Bangunan Unik dan Modern Karya Arsitek
Aditya Yuwana
12/4/20258 min read
Perkembangan zaman dan ilmu arsitektur yang semakin maju melahirkan banyak bangunan hasil rancangan arsitek yang ‘tidak biasa’. Inovasi pun dilakukan untuk membuat bangunan-bangunan yang unik dengan didukung oleh bahan dan material bangunan yang semakin beragam. Berikut ini adalah beberapa bangunan modern dan unik karya arsitek. Bangunan ini unik karena desainnya yang tidak biasa dan berbeda dari bangunan pada umumnya, atau ada cerita yang melatarbelakangi berdirinya bangunan tersebut. Semua bangunan di daftar ini selesai dibangun tahun 2000-an keatas.


Walt Disney Concert Hall karya Frank Gehry
Di pusat kota Los Angeles, berdiri sebuah bangunan yang bentuknya tampak seperti lembaran logam raksasa yang tertiup angin. Itulah Walt Disney Concert Hall, karya Frank Gehry yang menjadi rumah bagi Los Angeles Philharmonic. Dari kejauhan saja, gedung ini sudah terlihat seperti patung raksasa yang melintas di antara gedung-gedung kota. Tidak heran jika banyak orang menganggapnya sebagai salah satu ikon arsitektur paling berani di Amerika Serikat.
Ketika mendekat, permukaan baja tahan karatnya memantulkan cahaya dengan cara yang selalu berubah. Siang hari, fasadnya berkilau seperti ombak perak dan di malam hari, panel-panelnya menangkap gemerlap lampu kota dan membuat bangunan ini terlihat hidup. Gehry sengaja merancang bentuk bergelombang itu sebagai interpretasi visual dari musik, yakni sebuah bangunan yang tidak hanya menampung konser, tetapi juga “bergerak” seperti alunan melodi. Struktur baja yang menjadi rangkanya membuat interiornya luas tanpa kolom, sehingga ruang konser bisa dibentuk dengan kebebasan penuh.


Berlokasi di Baku, Heydar Aliyev Center membentang di atas lahan 11 hektar dan menaungi museum, ruang pamer, serta auditorium besar. Namanya diambil dari Heydar Aliyev, mantan presiden yang dianggap sebagai tokoh penting dalam sejarah negara tersebut. Saat melihat bangunannya, sulit untuk tidak terpukau. Bentuknya mengalir lembut, seolah permukaannya tidak pernah benar-benar berhenti. Panel-panel yang membentuk lengkungan itu menciptakan hubungan mulus antara plaza di sekelilingnya dengan interior yang terang dan lapang. Secara teknis, bangunan ini adalah kolaborasi antara struktur beton besar dan rangka space frame yang memungkinkan bentuknya menjadi begitu fluid.
Namun di balik keelokan bentuknya, ada pesan yang ingin disampaikan. Alur panel-panel yang tampak menyatu dari luar hingga ke dalam menggambarkan gagasan tentang keterbukaan, sebuah ruang bersama yang menyambut siapa pun untuk mengenal sejarah, budaya, dan identitas Azerbaijan. Bangunan ini tidak hanya menjadi landmark modern, tetapi juga pernyataan optimisme sebuah bangsa yang sedang membangun wajah baru, melangkah dari masa lalu menuju masa depan dengan penuh keyakinan.








Bentuk luarnya terinspirasi dari pecahan kristal, sehingga tidak memiliki “bagian depan” atau “bagian belakang”. Dari mana pun dilihat The Crystal memantulkan cahaya yang berbeda-beda seperti instalasi seni raksasa. Meski dikelilingi kaca, bangunan ini tidak panas. Berbagai jenis kaca dengan transparansi berbeda dipilih dengan cermat untuk memberi cahaya alami tanpa membuat interior terasa gerah.
Masuk ke dalamnya, pengunjung disambut area pameran interaktif seluas 2.000 meter persegi yang membahas seperti apa kota masa depan akan bekerja. Semua tema penting dijelaskan lewat ruang-ruang imersif yang terbentuk dari sudut-sudut unik bangunannya. Hasilnya adalah pengalaman belajar yang terasa lebih seperti petualangan teknologi dibanding museum biasa.
World Trade Center Transport Hub Oculus karya Santiago Calatrava
Di tengah hiruk-pikuk New York City, Santiago Calatrava merancang sebuah bangunan yang terasa lebih seperti makhluk hidup dibanding sebuah stasiun. WTC Transportation Hub, yang berdiri di kawasan World Trade Center, dibuat untuk melayani ratusan ribu orang setiap hari. Bagungan ini menjadi sebuah pusat transportasi yang terhubung dengan berbagai jalur bawah tanah dan area retail. Namun alih-alih membangun struktur yang kaku dan fungsional semata, Calatrava memilih menghadirkan sesuatu yang puitis, sesuatu yang bisa membuat orang berhenti sejenak di tengah kesibukan kota.


Dari luar, bangunan ini tampak seperti sepasang sayap putih raksasa yang baru saja mengepak. Rusuk-rusuk baja dan panel kaca setinggi lebih dari 300 kaki menciptakan siluet yang dramatis di antara gedung-gedung Manhattan. Begitu masuk ke dalam Oculus, aula utama, suasananya berubah menjadi ruang putih terang yang terasa lapang dan tenang. Cahaya alami mengalir dari skylight di atas kepala, menimbulkan kesan seolah atapnya terbuka ke langit. Dari titik tertentu, pengunjung bahkan bisa melihat sepotong langit Manhattan menembus ruang, menghadirkan hubungan yang lembut antara interior dan dunia luar.


Namun keindahan bangunan ini tidak berhenti pada tampilan luarnya. Di dalam, Gehry bekerja sama dengan ahli akustik Yasuhisa Toyota untuk menciptakan ruang konser yang kualitas suaranya dianggap salah satu yang terbaik di dunia. Panel-panel kayu yang melengkung, langit-langit yang membentuk gelombang lembut, dan setiap sudut ruangan dirancang untuk membawa suara orkestra dengan kejernihan luar biasa. Hasilnya adalah pengalaman mendengar yang begitu imersif, hingga banyak musisi menyebut konser di sini terasa seperti berada di tengah instrumen raksasa. Walt Disney Concert Hall pun bukan hanya karya arsitektur, tetapi juga perayaan tentang bagaimana ruang, bentuk, dan suara bisa menyatu menjadi satu pengalaman yang memukau.


Image from Archdaily
Image from Archdaily
Image from Archdaily
Heydar Aliyev Center karya Zaha Hadid Architect
Setelah merdeka dari Uni Soviet pada tahun 1991, Azerbaijan ingin menunjukkan bahwa mereka siap meninggalkan citra lama yang kaku dan seragam. Negara ini berusaha membangun identitas baru yang lebih modern, terbuka, dan percaya diri. Dari misi itulah lahir Heydar Aliyev Center, proyek ambisius yang mempercayakan desainnya kepada Zaha Hadid—arsitek yang dikenal karena gaya arsitektur yang bebas, ekspresif, dan jauh dari kesan konvensional. Bangunan ini kemudian menjadi simbol bagaimana Azerbaijan ingin dilihat oleh dunia: berani berubah dan tidak takut merangkul masa depan.
Image from Archdaily
Image from Archdaily
The Crystal karya Wilkinson Eyre Architects
Di tepi Royal Docks, London, berdiri sebuah bangunan yang tampak seperti kristal raksasa yang jatuh dari masa depan. Itulah The Crystal, karya Wilkinson Eyre Architects, yang sejak awal memang dibuat untuk menarik perhatian dan memicu rasa penasaran. Dari luar, tampilannya serba kaca dan bersudut-sudut, namun pesan yang dibawanya sederhana: masa depan kota bisa lebih cerdas, efisien, dan ramah lingkungan.
Bangunan seluas 6.300 meter persegi ini menjadi rumah bagi pameran, ruang konferensi, dan pusat inovasi teknologi. Siemens membangunnya sebagai contoh nyata bagaimana teknologi modern dapat membuat bangunan bukan hanya mengandalkan strategi pasif, tetapi memanfaatkan sistem dan sensor yang mengatur energi, cahaya, dan kenyamanan secara otomatis.


Image from Archdaily
Image from Archdaily
Image from Archdaily
Image from Archdaily
Namun pencahayaan itu bukan sekadar elemen arsitektur, melainkan juga menyimpan makna mendalam. Setiap tanggal 11 September pukul 10.28, tepat saat menara kedua runtuh pada tahun 2001, sinar matahari masuk melalui skylight dan menyinari poros utama Oculus secara lurus. Seperti ritual tahunan yang tak pernah gagal, cahaya tersebut menjadi simbol perjalanan dari tragedi menuju pemulihan. Dengan cara itu, WTC Transportation Hub bukan hanya pusat transit, tetapi juga monumen harapan, mengingatkan semua orang bahwa bahkan di tempat yang paling kelam sekalipun, cahaya tetap bisa menemukan jalannya.


Image from Archdaily
Kunsthaus Graz karya Cook & Fournier
Di jantung kota Graz yang dipenuhi bangunan Barok dan Medieval, tiba-tiba muncul sebuah bentuk aneh berwarna biru gelap. Warga menyebutnya Friendly Alien, makhluk ramah yang mendarat di tengah kota. Itulah Kunsthaus Graz, museum yang seolah datang dari masa depan ketika Graz terpilih menjadi European Capital of Culture pada 2003. Oleh Peter Cook dan Colin Fournier, museum ini sengaja dirancang untuk mematahkan kebiasaan. Alih-alih kotak kaku seperti museum pada umumnya, bangunannya dipenuhi lengkung-lengkung organik yang membuatnya terlihat hidup. Berdiri di tepi Sungai Mur, bentuknya seperti menyapa siapa pun yang melintas, seakan berkata bahwa kota ini tidak takut bereksperimen.


Image from Archdaily


Image from Archdaily
Kisahnya dimulai dari kompetisi internasional tahun 1999. Lebih dari seratus arsitek mengajukan ide untuk museum baru yang harus tetap terhubung dengan bangunan tua Eiserne Haus. Dari semua proposal, desain Cook dan Fournier dipilih karena paling berani menantang aturan lama. Lewat keputusan itu, Graz menegaskan bahwa mereka ingin bergerak maju secara budaya, bukan sekadar mempertahankan warisan sejarahnya.
Meski tampak liar dari luar, bagian dalamnya justru sangat fleksibel. Ruang-ruang pamer bisa berubah mengikuti kebutuhan pameran, mulai dari instalasi raksasa hingga karya multimedia eksperimental. Kerja sama erat antara arsitek dan insinyur membuat bentuk organiknya bukan hanya ide, tetapi bangunan nyata yang berhasil menghidupkan kembali kawasan Lend dan menjadi simbol keberanian kota untuk terus berkembang.


Image from Archdaily
Yas Viceroy Hotel karya Hani Rashid and Lise Anne Couture
Bayangkan tiba di Abu Dhabi dan melihat sebuah bangunan yang tampak berkilau seperti jaring cahaya raksasa. Itulah Yas Hotel, hotel yang terkenal karena berdiri tepat di atas lintasan Yas Marina Circuit, menjadikannya hotel pertama di dunia yang benar-benar melintas di atas trek Formula 1. Dua menaranya berdiri terpisah, satu di sisi marina, satu lagi di dalam area sirkuit, namun dihubungkan oleh sebuah jembatan baja dan kaca yang bentuknya melengkung halus, seolah memeluk arena balap.


Image from Archdaily
Saat matahari terik, permukaan hotel memantulkan warna langit dan air marina, membuatnya tampak tenang dan elegan. Tapi ketika malam tiba, bangunan ini berubah menjadi panggung cahaya. Ribuan panel kaca berbentuk berlian di kulit luarnya menyala dengan warna yang terus bergerak, menyelimuti hotel dengan efek visual yang terasa hidup, seperti napas yang mengalir di permukaan bangunan.


Image from Archdaily
Asymptote, firma arsitektur yang merancangnya, ingin membuat bangunan yang bukan hanya megah, tetapi juga bercerita. Mereka memadukan kesan kecepatan dan kemewahan dunia balap dengan pola-pola geometris yang terinspirasi dari seni Islam. Hasilnya adalah hotel yang bukan sekadar tempat menginap, tetapi landmark yang menandai Abu Dhabi sebagai kota yang berani, modern, dan penuh imajinasi. Yas Hotel bukan hanya bangunan, ia adalah perpaduan antara teknologi, cahaya, dan budaya yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa seperti sedang menyaksikan pertunjukan yang tak pernah berhenti.


Image from Archdaily
LEGO House karya Bjarke Ingels Group
Siapa yang tidak kenal LEGO? Mainan kecil berwarna-warni yang sudah menemani masa kecil jutaan orang di seluruh dunia, dan bahkan tetap digemari para remaja hingga orang dewasa. Di kota kecil Billund, tempat LEGO pertama kali diciptakan, mainan ini “dibesarkan” menjadi sebuah pengalaman nyata lewat bangunan bernama LEGO House. Dirancang oleh Bjarke Ingels dan firma BIG, bangunan seluas 12.000 m² ini dibuat sebagai rumah bermain raksasa bagi siapa pun yang mencintai LEGO. Sejak dibuka, LEGO House langsung menjadi landmark baru Billund, simbol kebanggaan kota yang melahirkan salah satu mainan paling terkenal di dunia.


Image from Archdaily


Image from Archdaily
Bangunan ini terdiri dari 21 blok besar berbentuk persegi panjang yang disusun seperti balok LEGO yang ditumpuk bertingkat. Setiap “balok” punya atap yang berfungsi sebagai teras dan area bermain luar ruang, sehingga pengunjung bisa menjelajah bangunan seperti sedang memanjat LEGO raksasa. Begitu masuk ke dalam, pengunjung akan menemukan empat zona bermain yang dibagi berdasarkan warna, merah, biru, kuning, dan hijau masing-masing dirancang untuk memancing kreativitas, logika, keberanian, dan ekspresi. Tidak ada ruang yang hanya untuk dilihat; semuanya dibuat untuk disentuh, dicoba, dan dijelajahi.
Namun pesona LEGO House bukan hanya pada desainnya yang ikonik, tetapi pada suasana yang tercipta di dalamnya. Di mana pun pengunjung berada selalu ada sesuatu yang bisa dirangkai, dimainkan, atau dibongkar ulang. LEGO House bukan sekadar bangunan, ia adalah perayaan kreativitas, tempat di mana imajinasi tidak hanya diwujudkan dalam potongan kecil plastik, tetapi juga dalam skala arsitektur yang monumental. Di Billund, kota kelahiran LEGO, bangunan ini menjadi bukti bahwa ide-ide kecil bisa tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih besar.


Image from Archdaily


