Kiat Menyusun Portofolio Arsitektur

Aditya Yuwana

9/22/20205 min read

Portofolio adalah salah satu hal wajib yang harus dimiliki oleh seseorang yang berkecimpung dalam industri kreatif, khususnya arsitektur. Portofolio adalah sesuatu yang dapat menceritakan siapa kita dan apa hasil karya yang pernah kita kerjakan. Fungsinya ada dua, yakni untuk keperluan melamar kerja, dan untuk membantu mendapatkan proyek dari klien potensial. Melalui portofolio, perusahaan atau calon klien dapat menilai kemampuan dan karakter desain seorang arsitek, apakah cocok dan sesuai dengan kebutuhan mereka atau tidak.

Mengingat pentingnya keberadaan portofolio, berikut ini kiat-kiat khusus bagaimana menyusun portofolio arsitektur yang menarik.

Tentukan Tujuan Portofolio

Apakah portofolio akan digunakan untuk melamar kerja atau untuk menarik calon klien? Sebab kedua konten portofolio ini akan berbeda. Jika membuat portofolio untuk melamar pekerjaan, sesuaikan dengan perusahaan yang dituju dan pekerjaan yang dilamar. Portofolio seorang Junior Architect tentu berbeda dengan portofolio seorang 3D Artist. Jika membuat portofolio dengan tujuan untuk menarik calon klien, tampilkan contoh pekerjaan yang pernah ditangani dan diselesaikan. Proyek terbangun adalah alat yang paling powerfull untuk marketing.

Tentukan Format Portofolio

Apakah portofolio cetak atau digital? Portofolio cetak dapat berupa buku atau lembaran print-out yang disisipkan ke dalam map file organizer. Sedangkan portofolio digital dapat berupa PDF, menggunakan aplikasi pihak ketiga, web-hosted, atau self-hosted web. Saya lebih merekomendasikan untuk membuat portofolio digital dibanding cetak, karena:

  • Lebih mudah diperbaharui. Portofolio yang baik harus terus selalu diperbaharui dengan proyek baru dan lebih mudah untuk melakukannya pada format portofolio digital.

  • Pilihan media banyak. Portofolio digital memungkinkan kita untuk memasukkan audio atau video yang mana hal ini mustahil dilakukan di portofolio cetak.

  • Pilihan platform banyak. Portofolio digital dapat berupa PDF, berbasis aplikasi seperti Morpholio atau Houzz, web-hosted seperti Behance dan Issu, atau self-hosted web menggunakan domain dan hosting atas nama sendiri dengan bantuan platform pengembangan web seperti Wix atau Squarespace. Saran saya, milikilah dua format portofolio digital, yakni PDF dengan ukuran file tidak lebih dari 15 Mb, dan self-hosted web. PDF sangat mudah diunduh, bekerja di hampir setiap perangkat, dan tidak memerlukan akses internet untuk membacanya. Khusus untuk self-hosted web, jika kamu adalah seorang arsitek profesional, website dengan domain nama sendiri akan terlihat lebih profesional dan lebih meyakinkan bagi calon klien. Jika kamu adalah seorang mahasiswa atau lulusan baru, portofolio berformat PDF sudah cukup.

Saya sendiri saat ini menggunakan dua jenis portofolio digital, yakni portofolio berbasis website seperti yang kamu lihat sekarang dan satu lagi berbasis PDF yang biasanya saya kirim ke calon klien yang akan menggunakan jasa saya.

Konten Portofolio

Portofolio biasanya terdiri dari dua konten, yakni konten profil dan konten proyek.

Konten Profil. Buat resume singkat tentang diri kamu, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja (jika ada) dan kompetensi. Untuk pengalaman kerja, tuliskan pengalaman yang relevan dengan profesi arsitek. Poin penting lain yang biasanya dimasukkan dalam konten profil terutama buat yang ingin melamar kerja adalah skill. Apa kemampuan kamu yang paling menonjol yang berkaitan dengan arsitektur? Kemampuan itu dapat berupa membuat sketsa, mengoperasikan software desain seperti Photoshop atau Corel Draw, menggunakan software CAD atau kemampuan membuat visualisasi arsitektur. Kamu juga bisa memasukkan kemampuan menulis. Jika kamu memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, jangan ragu menuliskannya di konten profil.

Konten Proyek, menampilkan hasil karya atau proyek yang pernah ditangani. Berikut cara bagaimana menampilkan konten proyek yang baik dalam sebuah portofolio.

  • Batasi jumlah proyek. Kamu mungkin pernah mengerjakan puluhan proyek, tapi sebaiknya hanya masukkan proyek atau karya yang terbaik, idealnya antara 8 hingga 10. Tapi jika kurang dari itu, tidak masalah. Lebih baik menampilkan 5 proyek yang keren dibandingkan 15 proyek yang biasa saja. Pastikan proyek best of the best dimasukkan di halaman-halaman awal.

  • Gunakan narasi yang singkat dan jelas. Narasikan dengan singkat konsep dasar dari sebuah proyek, apa permasalahannya dan bagaimana solusinya. Orang tidak akan menghabiskan waktu lebih dari 1 menit untuk melihat sebuah karya. Percayalah, orang tidak akan membaca terlalu banyak informasi.

  • Atur tata letak dengan baik. Jangan menumpuk terlalu banyak gambar. Gunakan tidak lebih dari 2 warna sebagai latar belakang. Pelajari konsep whitespace dan palet warna. Lihat portofolio arsitek lain yang mempengaruhi kamu. Portofolio PDF bisa menunjukkan kemampuan desain grafis kamu kepada pembaca. Portofolio berbasis web lebih mudah karena menggunakan templates yang telah tersedia.

  • Pilah foto atau gambar. Nggak perlu memasukkan semua gambar dari setiap karya, kurasi dengan baik. Untuk menarik calon klien, gunakan foto karya terbangun. Karya terbangun merupakan senjata ampuh untuk menunjukkan kemampuan kita menangani proyek hingga selesai. Bila perlu, gunakan jasa fotografer profesional. Jenis gambar juga menentukan kompetensi. Sketsa tangan menunjukkan kemampuan konsep dan perancangan. Gambar computer rendering menunjukkan kemampuan visualisasi. Jika kamu adalah seorang fresh graduate dan belum pernah menangani sebuah proyek, masukkan karya tugas akhir atau karya yang kamu kerjakan semasa perkuliahan.

  • Update berkala. Kelebihan portofolio digital adalah kemudahannya diperbaharui secara berkala. Kamu tinggal mengganti proyek lama kamu dengan proyek terbaikmu yang baru. Lakukan secara rutin, minimal 6 bulan atau setahun.

Hal Yang Sebaiknya Dihindari

  • Proyek yang tidak kamu rancang. Jangan memasukkan proyek yang tidak kamu rancang. Proyek arsitektur adalah proyek multi-disiplin yang melibatkan banyak pihak dari disiplin ilmu lain. Pastikan keterlibatan kamu sebagai apa dalam proyek tersebut.

  • Pekerjaan lama. Hanya masukkan proyek terbaik dan terbaru. Itulah mengapa portofolio harus selalu up-to-date. Kalo bisa, jangan menampilkan proyek yang sudah lebih dari 5 tahun, kecuali dengan alasan tertentu (misalnya, proyek prestisius).

  • Foto yang buruk. Kalo bisa, berinvestasilah dengan membeli kamera beneran, bukan kamera smartphone. Atau bisa juga menggunakan jasa fotografer profesional.

  • Font yang aneh dan kesalahan ejaan. Gunakan jenis huruf yang 'aman' dan mudah dibaca seperti Helvetica. Gunakan huruf tersebut secara konsisten di keseluruhan konten. Baca ulang semua tulisan, pastikan ngga ada kesalahan ejaan.

  • Gambar kerja. Kecuali jika melamar sebagai drafter, gambar kerja sebaiknya nggak perlu dimasukkan. Perusahaan tidak membutuhkannya, dan calon klien tidak akan mengerti. Begitu pula dengan dokumen Rencana Anggaran Biaya.

  • Tautan ke media sosial. Jika kamu pernah mengeluh, mengumpat, dan menunjukkan kebencian di media sosial, sebaiknya nggak usah cantumkan akun media sosial kamu. Perusahaan sering mencari tahu tentang calon karyawannya melalui media sosial, demikian juga dengan calon klien.

Itulah sedikit tulisan tentang kiat menyusun portofolio. Semoga bermanfaat, dapat dipraktekkan dengan baik dan selamat berkarya.