Tips Fotografi Arsitektur
Aditya Yuwana
3/9/20205 min read


Saya pernah baca kutipan wawancara Sonny Sandjaya di majalah The Light Magazine terbitan tahun 2007. Beliau yang seorang fotografer arsitektur profesional, mengatakan bahwa fotografi arsitektur bisa jadi berbeda antara yang profesional (artinya sebagai profesi) dengann yang masih sebagai hobi. Kalau yang hobi, yang diambil biasanya lebih ke elemen fotografi seperti sudut-sudut ekstrem, lengkung, kontras, warna, pattern, shadow dan hal ini nggak akan dipakai dalam fotografi arsitektur profesional, biarpun secara fotografi cukup bagus. Setelah membaca artikel tersebut, saya jadi bisa melihat lebih jelas hasil foto antara seorang fotografer profesional dan seorang yang hanya hobi. Disclaimer dulu, saya bukan seorang fotografer profesional karena saya cuma seorang yang hobi fotografi. Tapi saya belajar beberapa hal yang bisa saya bagikan ke kamu tentang bagaimana memotret objek arsitektur.
Gimana? Semoga tips di atas berguna bagi kamu untuk menghasilkan foto arsitektur yang lebih baik. Selamat mencoba dan jangan pernah bosan untuk belajar dan latihan terus menerus.
Perlengkapan Fotografi
Sebuah smartphone sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi kamu yang baru akan memulai fotografi arsitektur. Beberapa smartphone telah memiliki kamera dengan spesifikasi yang mumpuni, ditambah dengan beberapa aplikasi post production yang mampu membuat hasil foto terlihat sangat baik. Buat kamu yang ingin lebih serius menekuni fotografi arsitektur, mungkin perlu mempertimbangkan sebuah kamera Mirrorless atau DSLR. Kedua jenis kamera tersebut juga memiliki beberapa pilihan lensa. Kamu bisa menggunakan lensa jenis wide-lenses dengan focal length lebar agar mendapatkan sudut pengambilan objek yang maksimal untuk mencapai hasil foto terbaik. Saya sendiri menggunakan Fujifilm X-A2 dengan lensa kit 16-50mm dan Canon EOS 7D dengan lensa Tamron 17-50mm. Tapi belakangan lebih sering pake Fuji karena lebih praktis saat dibawa kemana-mana.
Keystoning
Keystoning adalah distorsi perspektif yang menyebabkan objek yang dipotret terlihat melengkung dan tidak lurus, dan hal ini paling sering terlihat saat kamu mengambil gambar gedung yang tinggi dimana gedung tersebut terlihat jatuh atau miring dalam komposisi foto. Beberapa orang menyukai efek distorsi ini karena terlihat dramatis, tapi beberapa yang lain tidak menyukainya. Jika tidak menyukainya, kamu bisa ubah titik pemotretan menjauhi objek atau mencari titik pemotretan yang lebih tinggi sehingga titik tengah dari objek sejajar dengan kamu.
Jika kondisinya tidak memungkinkan untuk mengubah titik pemotretan, kamu bisa menggunakan lensa tilt-shift, tetapi lensa ini hanya untuk kamera DSLR atau mirrorless dan harganya sangat mahal. Alternatifnya, kamu bisa menggunakan software seperti Lightroom atau Photoshop punya fitur Lens Correction atau Transform untuk meluruskan garis vertikal/horizontal yang miring seperti pada gambar dibawah ini. Bisa lihat perbedaanya?
Perhatikan Detail
Detail adalah elemen kecil dari sebuah bangunan yang sering kali terlewat kalau kita hanya fokus pada bentuk keseluruhan. Jika memotret keseluruhan bangunan memperlihatkan bentuk dan skala, maka detail mengungkapkan kualitas pengerjaan, pilihan material, hingga filosofi desain yang terselip dalam bagian kecil. Detail inilah yang biasanya menjadi “jiwa” atau ciri khas karya arsitektur.
Coba tonjolkan detail yang menarik dari sebuah bangunan, entah itu warna, ornamen dekorasi, pola pada dinding, sambungan antara baja dan kaca, railing, gagang atau bentuk pintu, dan sebagainya. Terkadang detail-detail seperti ini yang membuat sebuah karya arsitektur menjadi istimewa dan unik. Selain menyenangkan secara visual, mengoleksi foto detail arsitektur juga bermanfaat sebagai referensi. Seorang desainer bisa menyimpannya sebagai bank inspirasi, sementara seorang fotografer bisa menggunakannya untuk membangun portofolio yang lebih variatif.
Manusia Sebagai Skala dan Jiwa
Sesekali, masukkan objek manusia ke dalam foto arsitektur. Kehadiran manusia tidak akan mengurangi keindahan bangunan, justru membuat foto terlihat lebih hidup. Pada dasarnya, arsitektur memang dirancang untuk manusia, sehingga memperlihatkan interaksi keduanya bisa menambah makna.
Selain itu, manusia dalam foto berfungsi sebagai pembanding skala. Tanpa figur manusia, sulit membayangkan seberapa besar atau kecil sebuah ruang atau bangunan. Lebih dari sekadar penunjuk ukuran, keberadaan manusia juga membawa cerita dan emosi. Seseorang yang duduk santai di bangku taman memperlihatkan sisi ramah dari sebuah ruang publik, sementara orang yang lalu-lalang di koridor panjang bisa menegaskan fungsi ruang itu sebagai penghubung. Momen-momen kecil seperti ini akan membuat foto arsitektur lebih relatable.
Karena itu, jangan ragu untuk memasukkan manusia dalam frame. Biarkan mereka berjalan, menunggu, atau beraktivitas secara alami, dan abadikan interaksi itu bersama bangunan. Hasilnya bukan hanya foto arsitektur yang indah, tapi juga potret kehidupan yang berlangsung di dalamnya.


Ngomongin arsitektur nggak akan lepas dari estetika, karena arsitektur adalah bagian dari seni dan salah satu cara mengabadikan nilai estetika tersebut adalah melalui foto. Fotografi adalah salah satu skill yang paling tidak harus dimiliki oleh seseorang yang bergelut dalam industri kreatif. Fotografi mampu membuat seseorang menjadi lebih objektif dalam melihat sesuatu melalui sebuah lensa kamera.
Sejak membeli kamera pertama 12 tahun yang lalu, saya selalu menyempatkan waktu untuk mendatangi bangunan dengan arsitektur yang menarik jika berkunjung ke suatu tempat atau kota. Bagi saya, ada kepuasan tersendiri ‘berburu’ objek-objek arsitektur dan memotretnya.
Pencahayaan
Dalam fotografi ada istilah “golden hour”, yaitu periode singkat setelah matahari terbit atau sebelum matahari terbenam. Pada waktu ini, cahaya terasa lebih hangat, lembut, dan membuat detail tekstur bangunan terlihat lebih hidup. Selain golden hour, ada juga “blue hour”, yaitu waktu sesaat setelah matahari terbenam atau sebelum matahari terbit, ketika langit berwarna biru tua dengan nuansa dramatis. Cahaya buatan dari lampu kota atau lampu arsitektur biasanya mulai menyala di jam ini, sehingga memberikan kontras indah antara bangunan dan langit.
Cobalah memotret sebuah objek pada waktu yang berbeda. Cahaya matahari dapat memberikan efek yang berbeda-beda pada sebuah objek dan pengaruhnya sangat besar terhadap gambar yang kamu ambil. Cahaya matahari akan menghasilkan sudut bayangan yang menarik saat kita menemukan waktu yang tepat. Karena itu, jangan hanya terpaku pada satu momen saja. Cobalah mengambil gambar di pagi hari, siang, sore, hingga menjelang malam untuk menemukan karakter terbaik dari objek yang difoto.






Post-Processing
Banyak orang merasa tabu untuk mengedit sebuah foto. Padahal para fotografer profesional pun melakukannya, selama tidak mengubah esensi foto tersebut. Saya biasa menggunakan software editing seperti Lightroom atau Photoshop. Untuk smartphone, Snapseed adalah aplikasi yang populer dan punya banyak fitur untuk editing. Pilih aplikasi yang harganya terjangkau menurut kamu. Dalam fotografi arsitektur, hal yang biasa dilakukan adalah mengatur perspektif untuk menghilangkan distorsi, cropping, mengatur pencahayaan, bayangan dan kekontrasan.
Jockey Club Innovation Tower, Hong Kong (Fujifilm X-A2, 16-50mm). Image by Adityuwana
Suasana senja di National Library, Singapore (Fujifilm X-A2, 16-50mm). Image by Adityuwana
Koreksi distorsi Milan Cathedral (Canon EOS 7D, 17-50mm f/2.8). Image by Adityuwana
Tunjungan Plaza, Surabaya (Fujifilm X-A2, 16-50mm). Image by Adityuwana
Jockey Club Innovation Tower, Hong Kong (Fujifilm X-A2, 16-50mm). Image by Adityuwana